Tampilkan postingan dengan label BIOGRAFI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BIOGRAFI. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 April 2011

MOAMMAR KHADAFI

Muammar Abu Minyar al-Qaddafi lahir di Surt, Tripolitania, 7 Juni 1942, anak termuda dari sebuah keluarga miskin Badawi (Bedouin) di daerah gurun pasir di Sirte. Ibunya seorang Yahudi yang memeluk agama Islam sejak usia 9 tahun. Hal ini membuat Judaisme menganggap Khadafi seorang Yahudi. Muammar Khadafi mengenyam pendidikan SD tradisional yang religius dan pada usia remaja bersekolah di SMU Sebha di Fezzan dari 1956 hingga 1961. Khadafi dan sekelompok kecil teman-temannya yang dia temui di sekolah ini kemudian membentuk kepemimpinan utama dari sebuah kelompok revolusiner militan yang kelak merebut kekuasaan negara Libya. Inspirasi bagi Khadafi adalah Gamal Abdul Nasser, seorang negarawan yang populer di Mesir, yang naik ke takhta kepresidenan dengan meminta persatuan Arab dan menghujat Barat. Pada 1961, Khadafi dikeluarkan dari Sebha karena aktivitas politiknya.

Dia kemudian kuliah di Universitas Libya, di mana dia lulus dengan nilai yang sangat baik. Dia lalu bergabung dengan Akademi Militer di Benghazi pada 1963, di mana dia dan beberapa rekan militannya membentuk sebuah kelompok rahasia yang bertujuan menjatuhkan monarki Libya yang pro-Barat. Setelah lulus pada 1965, dia dikirim ke Britania untuk latihan lanjutan, dan kembali pada 1966 sebagai seorang opsir dalam Korps Sinyal. Khadafi mempunyai delapan anak, tujuh di antaranya lelaki. Putranya yang paling tua, Muhammad Khadafi adalah ketua Komite Olimpiade Libya. Putra tertua kedua Al-Saadi Khadafi, adalah ketua Federasi Sepak Bola Libya, bermain di tim Seri A, Perugia, dan juga bermain film. Satu-satunya putrinya, Ayesha Khadafi, adalah seorang pengacara yang telah bergabung dengan tim pengacara Saddam Hussein, Khadafi juga mempunyai saham sebesar 7,5% di klub sepak bola Italia, Juventus. he...he....hobi bola juga tokoh kita satu ini ... sama kaya ane...

Tahun 1951, Amerika Serikat mendukung kemerdekaan Libya dan disusul peningkatan hubungan bilateral sampai tingkat kedutaan. Hubungan Libya-Amerika Serikat terhenti ketika Kapten Muammar Khadafi memimpin Revolusi Al Fatah untuk menyingkirkan Raja Idris pada 1969. Sejak 1969, jabatan yang Khadafi bukan jabatan resmi, tetapi ia menyandang "Guide of the First of September Great Revolution of the Socialist People's Libyan Arab Jamahiriya" atau "Brotherly Leader and Guide of the Revolution".Setelah berkuasa, Khadafi yang telah berpangkat kolonel melancarkan revolusi budaya yang mengandung inti penyingkiran semua ideologi dan pengaruh yang berbau asing, seperti kapitalisme dan komunisme. Ia kemudian mengembangkan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialisme Libya dengan semboyan "sosialisme, persatuan, dan kebebasan". Semenjak ini hubungan kedua negara semakin memburuk dan mencapai titik terendah. Massa yang anti-AS menggelar demonstrasi pro-Iran pada Desember 1979. Massa membakar gedung Kedutaan Besar AS di Tripoli menjadi akhir dari demonstrasi tersebut.

Masih pada tahun 1979, pesawat-pesawat tempur AS menembak jatuh dua pesawat tempur Libya di atas Teluk Sidra. Insiden itu memperburuk hubungan kedua negara. Setelah menyatakan bahwa Libya sebagai "negara sponsor terorisme", AS menutup kedutaannya di Tripoli pada Februari 1980. Sementara, Libya juga menutup kedutaannya di Washington. Pada Januari 1986, Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan memerintahkan penghentian hubungan dagang dan ekonomi dengan Libya. Langkah ini disusul dengan pembekuan aset-aset Libya di AS. Bukan hanya menutup diplomatik, keuangan dan perdagangan, tapi juga berusaha menyingkirkan Khadafi. Pesawat-pesawat tempur AS memborbardir Tripoli, Benghazi, dan rumah Khadafi pada April 1986. Tindakan itu sebagai balasan atas pemboman sebuah diskotek di Berlin Barat yang dipakai sebagai tempat hiburan tentara AS.

Gempuran pesawat tempur AS menewaskan setidaknya 15 orang, termasuk putri Khadafi yang masih kanak-kanak. Posisinya dengan Libya makin tersudut menyusul terjadinya ledakan pesawat Pan AM dengan nomor penerbangan 103 pada Desember 1988. Pesawat yang berangkat dari London menuju New York meledak di atas Lockerbie (Skotlandia) dan menewaskan 259 orang di pesawat serta 11 orang lainnya tewas di darat. Akibat tindakan itu, Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi 748 dan 883 pada tahun 1992/1993. PBB menjatuhkan sanksi atas Libya, membekukan aset-aset, dan mengembargo perlengkapan penambangan minyak secara selektif. Tahun 1999, Libya menyatakan bertanggung jawab atas tragedi Lockerbie. Tripoli menyerahkan dua terdakwa peledakan pesawat untuk diadili di Belanda dan bersedia membayar ganti rugi kepada keluarga korban senilai 2,7 miliar dollar AS pada tahun 2003. Atas langkah ini, Dewan Keamanan PBB mencabut sanksi dan didukung AS.

Sikap Washington berubah ketika Khadafi mengakui bahwa Libya mengembangkan senjata pemusnah massal dan segera memusnahkan semua program pada Desember 2003. Pengakuan dan tekad tersebut mencairkan kebekuan hubungan Tripoli-Washington. Sejak kedua negara meningkatkan kontrak dan berusaha menyingkirkan hambatan hubungan diplomatik, perusahaan-perusahaan minyak masuk kembali ke Libya. Keputusan Washington pada 15 Mei 2006 untuk memulihkan kembali hubungan diplomatik memang mengejutkan karena Libya dinilai membantu terorisme. Tetapi, ada faktor politik dan positif di balik mencairnya hubungan Khadafi dan Presiden George W Bush.

Jumat, 18 Februari 2011

GAJAH MADA

Gajah Mada
Gajah Mada adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit.Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai karirnya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton. Ia menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial. Pada masa sekarang, Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme dan persatuan Nusantara.
Tidak ada informasi dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, kecuali bahwa ia dilahirkan sebagai seorang biasa yang naik dalam awal karirnya menjadi Begelen atau setingkat kepala pasukan Bhayangkara pada Raja Jayanagara (1309-1328) terdapat sumber yang mengatakan bahwa Gajah Mada bernama lahir Mada sedangkan nama Gajah Mada kemungkinan merupakan nama sejak menjabat sebagai patih.
Dalam pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca yang ditemukan saat penyerangan Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894 terdapat informasi bahwa Gajah Mada merupakan patih dari Kerajaan Daha dan kemudian menjadi patih dari Kerajaan Daha danKerajaan Janggala yang membuatnya kemudian masuk kedalam strata sosial elitis pada saat itu dan Gajah Mada digambarkan pula sebagai “seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat”.
Menurut Pararaton, Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara berhasil memadamkan Pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya dari Dara Petak. Selanjutnya di tahun 1319 ia diangkat sebagai PatihKahuripan, dan dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui, tetapi ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya dapat ditaklukan. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1351) yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara.
Ketika pengangkatannya sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut:
Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa
bila dialih-bahasakan mempunyai arti :
Beliau, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.
Walaupun ada sejumlah pendapat yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Dimulai dengan penaklukan ke daerah Swarnnabhumi (Sumatera) tahun 1339, Pulau Bintan, Tumasik (sekarang Singapura), Semenanjung Malaya, kemudian pada tahun 1343 bersama dengan Arya Damarmenaklukan Bedahulu (di Bali) dan kemudian penaklukan Lombok, dan sejumlah negeri i Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga),Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Sulu, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Pada zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Gajah Mada terus melakukan penaklukan ke wilayah timur sepertiLogajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwu, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.
Terdapat dua wilayah di Pulau Jawa yang seharusnya terbebas dari invasi Majapahit yakni Pulau Madura dan Kerajaan Sunda karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan Narrya Sanggramawijaya atau secara umum disebut dengan Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit
Dalam Kidung Sunda[18] diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk mulai melakukan langkah-langkah diplomasi dengan hendak menikahiDyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya karena dipandang lebih menginginkan pencapaiannya dengan jalan melakukan invasi militer padahal hal ini tidak boleh dilakukan.
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh “Madakaripura” yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.
Disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.

JOHANNERS RACH

Johannes Rach
Johannes Rach (lahir di Kopenhagen, Denmark, 1720; meninggal di Batavia,4 Agustus 1783) adalah seorang pelukis Denmark zaman kolonial Hindia-Belanda yang banyak melukis pemandangan Indonesia. Ia lahir tahun 1720 di Kopenhagen, Denmark, sebagai anak seorang pemilik losmen. Setelah berlatih di bawah pengawasan pelukis istanaDenmark yang bernama Wickman, Johannes bekerja sebagai pelukis gedung di Rusia, Swedia, dan istana Denmark. Selain lukisan topografi, ia membuat lukisan perspektif dan lukisan diam.
Awal 1750-an Johannes pindah ke Belanda. Ia bekerja sebagai pelukis di Haarlem. Bulan April 1756 ia menikahi Maria Wilhelmina Valenzijn. Tahun berikutnya ia mempunyai putri yang diberi nama Christina Maria. Mungkin disebabkan karena ketidakpuasan atas pekerjaannya di Belanda, maka Johannes pindah ke Asia tahun 1762 dan bekerja sebagai prajurit penembak di bawah VOC. Istri dan putrinya ditinggal di Amsterdam. Dalam perjalanannya dia membuat beberapa lukisan topografis, di antaranya adalah lukisan Tanjung Harapan. 
Di Batavia, Johannes memiliki karier cemerlang di militer. Pada saat bersamaan bakat melukisnya sebagai pelukis topografis semakin berkembang. Kaum elit lokal memesan gambar-gambar rumah vila mereka di luar Batavia. Pemesan lain memesan lukisan jalanan dan pemandangan alam. Untuk memenuhi pesanan-pesanan ini, Johannes merekrut asisten-asisten yang bekerja menurut gaya lukisannya. Asisten-asisten yang tidak diketahui ini kemungkinan besar yang melukis banyak lukisan yang dilukisnya di Jawa. Johannes dan studio lukisnya mengabadikan kota Batavia sebagaimana adanya pada paro waktu kedua abad ke-18. Selain itu lukisan-lukisannya menggambarkan daerah sekitar Batavia, termasuk Buitenzorg (Bogor), kota-kota pesisir utara Jawa, beberapa kota di Sri Lanka dan pemukiman-pemukiman VOC lainnya di Asia.
Walaupun Johannes bekerja sebagai pelukis di negara asalnya Denmark dan di Belanda, nampaknya ia hanya membuat ‘lukisan basah’ di Batavia. Lukisan-lukisan ini dibuat dari kertas berkualitas bagus yang diimpor dari Belanda dengan kuas, tinta Tiongkok, dan air. Tidak seperti kebanyakan artis yang bekerja padanya, Johannes langsung melukis di atas kertas kanvas tanpa sketsa terlebih dahulu, namun biasanya menggunakan halaman bantuan untuk membentuk sudut pandang. Ia memiliki talenta khusus untuk menggambarkan arsitektur pada waktu subuh dengan cahaya tropis di Batavia. Figur-figur dan pemandangan yang ia tambahkan ke lukisannya nampaknya ditambahkan pada tahap akhir, seringkali secara kentara untuk memperkuat komposisi gambarnya.
Johannes Rach meninggal tanggal 4 Agustus 1783 di Batavia, di rumahnya di Roea Malakka (disebut Roa Malaka saat ini). Di sana ia memiliki rumah yang nyaman karena posisinya di masyarakat, termasuk di dalamnya sejumlah budak domestik, kuda dan kereta kuda. Setelah ia meninggal, ia meninggalkan warisan yang cukup besar untuk istri dan putrinya di Amsterdam. Johannes Rach dimakamkan di makam Gereja Belanda yang sekarang merupakan lokasi Taman Fatahillah. Walaupun ia merupakan anggota Gereja Reform, namun ia meminta pastor Lutheran dan temannya sesama pelukis gedung, Jan Brandes untuk menemaninya di samping tempat tidurnya pada saat-saat terakhirnya.
Pada zaman itu, Gereja Lutheran dan Reform merupakan dua agama Protestan yang berbeda. Johannes yang berasal dari Denmark yang mayoritas adalah Lutheran, semestinya dibesarkan secara Lutheran. Ketika ia tiba di Batavia tahun 1762, Gereja Reform adalah satu-satunya agama resmi dan memimpin. Hanya pada akhir-akhir hayatnya gereja Lutheran diperbolehkan (ajaran Lutheran pertama kali tiba tahun 1746). Karena kesempatan kerja untuk jemaat anggota Gereja Reform lebih banyak, maka pendatang baru biasanya bergabung dengan Gereja Reform Belanda, meskipun mereka dari ajaran agama yang berbeda. Karena Johannes juga melakukan hal yang sama, hal tersebut mengindikasikan bahwa ia mementingkan karier lebih daripada ajaran/denominasi agama, paling tidak selama ia hidup.
Hal tersebut adalah salah satu dari sedikit aspek yang diketahui tentang diri Johannes Rach. Salah satu kelebihannya yang lain, adalah keahlian dagangnya. Johannes menggunakan posisi terpandangnya di masyarakat untuk menjual banyak lukisannya. Dilihat dari ada beberapa kopi dari sebuah lukisan pemandangannya, ia telah berhasil mengorganisasikan suatu prosedur standar penjiplakan lukisannya. Salinan lukisan ini dapat disesuaikan dengan selera pembeli dengan tambahan gambar atau warna, sesuai keinginan pembelinya.
Batavia Townhall 1770; Painting of Johannes Rach
Hal lain yang dapat diketahui dari lukisan-lukisannya adalah bahwa ia memiliki selera humor. Lukisan-lukisannya kadang-kadang menggambarkan situasi karikatur, yang pasti dianggap lucu pada saat itu, seperti prajurit yang kencing atau pelaut yang muntah. Lebih daripada itu tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan Johannes Rach, apalagi pribadinya. Johannes bukanlah satu-satunya pelukis gedung yang bekerja di Asia pada masa itu. Beberapa artis lain, biasanya bekerja pada VOC, diketahui menggambarkan Asia yang eksotis dari sudut pandang orang-orang Barat yang baru datang. Beberapa pelukis gedung lain, seperti Robert Jacob Gordon (1743-1795), Frederik Reimer (1796) dan Jan Brandes (1743-1808), besar kemungkinannya dikenal oleh Johannes.

THOMAS STAMFORD RAFFLES

Sir Raffles
Thomas Stamford Raffles, lengkapnya: Sir Thomas Stamford Bingley Raffles lahir pada tanggal 6 Juli 1781 di atas kapal ‘Ann’ di lepas pantai Port Morant, Jamaika. Bisa jadi warganegara Inggris ini merupakan Gubernur-Jendral Hindia-Belanda yang berpengaruh besar pada sejarah Nusantara. Walau hanya sebentar menjabat pimpinan tertinggi di Indonesia masa kolonial itu, jejak ‘Inggris’ yang ditinggalkannya tergolong banyak. Raffles pun tak berumur panjang, Ia meninggal sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-45, 5 Juli 1826, karena apoplexy atau stroke.
Tak banyak diketahui tentang orangtua Raffles. Ayahnya, Kapten Benjamin Raffles, terlibat dalam perdagangan budak di Kepulauan Karibia. Ia meninggal mendadak ketika Thomas baru berusia 15 tahun, sehingga keluarganya terperangkap utang. Thomas langsung mulai bekerja sebagai seorang pegawai di London untuk Perusahaan Hindia Timur Britania, perusahaan dagang setengah-pemerintah yang berperan banyak dalam penaklukan Inggris di wilayah koloni-koloninya. Pada 1805 Thomas Raffles dikirim ke pulau yang kini dikenal sebagai Penang, Malaysia. Tempat tersebut saat itu dinamakan Pulau Pangeran Wales. Inilah awal mula hubungan Thomas Stamford Raffles dengan Asia Tenggara.
Raffles di Hindia-Belanda
Raffles berada di Jawa pada 1811-1816, pertama kali sebagai Lieutenant Governor of Java yang bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal Inggris di India yaitu Lord Minto. Tahun 1814 Lord Minto meninggal dunia dan Raffles
menjadi Gubernur Jenderal di Jawa sampai 1816. Saat Jawa kembali ke tangan Belanda, Raffles tengah menggagas dan mengerjakan proyek Arkeologi (Borobudur) dan Botani (Kebun Raya Bogor) di Jawa. Kemudian sampai tahun 1823 Raffles menjadi Gubernur di Bengkulu. Beberapa wilayah di Sumatra (Belitung, Bangka dan Bengkulu) memang berdasarkan suatu perjanjian tak diserahkan ke tangan Belanda.
Ketika menjabat sebagai penguasa Hindia-Belanda, Raffles mengusahakan banyak hal: ia mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintah kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal lainnya. Ia belajar sendiri bahasa Melayu dan meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang mengilhami pencariannya akan Borobudur.
Hasil penelitiannya di pulau Jawa ia tuliskan pada sebuah buku berjudulkan History of Java, yang menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh asistennya yaitu James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.
Istri Raffles, Olivia Marianne, wafat pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg (bogor) dan dimakamkan di Batavia (Jakarta), tepatnya di tempat yang sekarang menjadi Museum Prasasti. Di Kebun Raya Bogor dibangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang isteri.
Salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah kolonial Belanda adalah mengubah sistem mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah kiri, yang berlaku hingga saat ini.
Nama Raffles juga dipakai sebagai nama suatu genus dari sekelompok tumbuhan parasit obligat, Rafflesia, untuk menghormati jasa-jasanya. Salah satu jenisnya memiliki bunga sejati terbesar di dunia: padma raksasa atau Rafflesia arnoldi yang menjadi salah satu dari bunga nasional Indonesia.

IWAN FALS


Iwan Fals yang bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir 3 September 1961 di Jakarta) adalah seorang penyanyi beraliran balada yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia. Lewat lagu-lagunya, Iwan menggambarkan suasana sosial kehidupan Indonesia (terutama Jakarta) di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti lagu Wakil Rakyat dan Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya lagu Siang Seberang Istana dan Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti lagu Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya.
Lewat lagu-lagunya, ia memotret kehidupan dan sosial-budaya di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya tetapi juga sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum ‘akar rumput’. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktifitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang Oi dapat ditemui setiap penjuru Nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara.
Perjalanan Hidup
Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian ikut saudaranya di Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13 tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda bahkan ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalama paduan suara sekolah.
Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul. Tapi album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen.
Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC Records. Tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.
Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Waktu siaran acara Manasuka Siaran Niaga di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.
Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya yang kritis.
Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karir Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang di dukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.
Keluarga
Iwan lahir di Jakarta pada 3 September 1961 dari pasangan Haryoso (ayah)(almarhum) dan Lies (ibu). Iwan menikahi Rosanna (Mbak Yos) dan mempunyai anak Galang Rambu Anarki (almarhum), Annisa Cikal Rambu Basae, dan Rayya Rambu Robbani.
Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi trade mark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok Bunga dan sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya.
Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang Rambu Anarki pada album Opini , yang bercerita tentang kegelisahan orang tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan harga BBM pada awal tahun 1981 yaitu pada hari kelahiran Galang (1 Januari 1981).
Nama Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991.
Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak yang membuat aktifitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa Leuwinanggung Bogor Jawa Barat sekitar satu jam perjalanan dari Jakarta. Sepeninggal Galang, Iwan sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri.
Pada tahun 2002 Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian lama menyendiri dengan munculnya album Suara Hati yang di dalamnya terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kematian Galang Rambu Anarki. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Yos) juga ikut menyumbangkan suaranya.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar diseluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang dinamakan Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan sebutan Oi. Yayasan ini mewadahi aktifitas para penggemar Iwan Fals.
Ref :  http://iwan-fals.blogspot.com/2007/04/bi…
 http://www.ghabo.com/gpedia/index.php/Iw…
bwt yang pngen tau lagu-lagu iwan fals, nih boleh dicicipi lagunyaIwan_Fals_Belum_Ada_Judul

B.J HABIBIE


Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal. Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.

Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung.

Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
Sebagian Karya beliau dalam menghitung dan mendesain beberapa proyek pembuatan pesawat terbang :
* VTOL ( Vertical Take Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN - 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
· Helikopter BO-105.
· Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
· Beberapa proyek rudal dan satelit.
Sebagian Tanda Jasa/Kehormatannya :
* 1976 - 1998 Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara/ IPTN.
* 1978 - 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 - 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 - 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 - 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 - 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 - 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 - 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 - 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret - 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 - Oktober 1999 Presiden Republik Indonesia





habibie

Senin, 14 Februari 2011

USMAN BIN AFFAN

Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah Saw memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Setelah wafatnya Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

UMAR BIN KHATTAB

Umar bin Khtttab adalah salah seorang sahabat nabi dan khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar As-Sidiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran Islam sangat besar hingga Michael H. Heart menempatkannya sebagai orang paling berpengaruh nomor 51 sedunia sepanjang masa.
Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Wataknya yang keras membuatnya mendapat julukan “Singa Padang Pasir”. Ia juga amat keras dalam membela agama tradisional bangsa Arab yang menyembah berhala serta menjaga adat-istiadat mereka. Bahkan putrinya dikubur hidup-hidup demi menjaga kehormatan Umar.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu’aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur’an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur’an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Sebagai seorang petinggi militer dan ahli siasat yang baik, Umar sering mengikuti berbagai peperangan yang dihadapi umat Islam bersama Rasullullah Saw. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria.
Setelah wafatnya Rasullullah Saw., beliau merupakan salah satu shabat yang sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Ia bahkan pernah mencegah dimakamkannya Rasullullah karena yakin bahwa nabi tidaklah wafat, melainkan hanya sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu. Namun setelah dinasehati oleh Abu Bakar, Umar kemudian sadar dan ikut memakamkan Rasullullah.
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, atas wasiat Abu Bakar Umar ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh seluruh perwakilan muslim saat itu.
Selama masa jabatannya, khalifah Umar amat disegani dan ditakuti negara-negara lain. Kekuatan Islam maju pesat, mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Lukluk, seorang budak asal Persia yang dendam atas kekalahan Persia terhadap Islam pada suatu subuh saat Umar sedang mengerjakan shalat. Umar meninggal pada 25 Dzulhijjah 23 H dan selanjutnya digantikan oleh Utsman bin Affan.

SUNAN GRESIK

Agama Islam menyebar di bumi nusantara dikabarkan dilakukan oleh para ulama yang kemudian dianugrahi gelar Wali Songo. Dan Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah sosok ulama pertama yang diberi gelar sebagai Wali Songo. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik, Jawa Timur.


Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari Maghrib, atau Maroko di Afrika Utara.

Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.

Dalam keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal, “Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans lainnya di Desa Leran di Jang’gala”.

Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.

Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW; melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali’ Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim.

Penyebaran Agama

Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior diantara para Walisongo lainnya.

Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.

Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.

Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.

Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.

Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.

Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah.

Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasi makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.

Legenda Rakyat

Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia. Maulana Malik Ibrahim Ibrahim dan Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.

Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.

Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat terkadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.

Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Wafat

Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.

SUNAN GUNUNG JATI

Syech Syarief Hidayatulloh dilahirkan Tahun 1448 Masehi. Ayahanda Syech Syarief Hidayatulloh adalah Syarief Abdullah, seorang dari Mesir keturunan ke 17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech Syarief Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran. Syech Syarief Hidayatullah berkelana untuk belajar Agama Islam dan sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.


Syech Syarief Hidayatullah dengan didukung uwanya, Tumenggung Cerbon Sri Manggana Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang dan didukung Kerajaan Demak, dinobatkan menjadi Raja Cerbon dengan gelar Maulana Jati pada tahun 1479.

Sejak itu pembangunan insfrastruktur Kerajaan Cirebon kemudian dibangun dengan dibantu oleh Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat, yaitu Pembangunan Keraton Pakungwati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir laut antara Keraajaan Pakungwati dan Amparan Jati serta Pelabuhan Muara Jati.

Syech Maulana Jati pada Tahun 1526 Masehi, menyebarkan Islam sampai Banten dan menjadikannya Daerah Kerajaan Cirebon. Dan pada Tahun 1526 Masehi juga tentara Kerajaan Cirebon dibantu oleh Kerajaan Demak dipimpin oleh Panglima Perang bernama Fatahillah merebut Sunda Kelapa dan Portugis, dan diberi nama baru yaitu Jayakarta.

Pada tahun 1533 Masehi, Banten menjadi Kasultanan Banten dengan Sultannya adalah Putra dari Syech Maulana Jati yaitu Sultan Hasanuddin.

Syech Maulana Jati salah seorang Wali Sanga yang mempekenalkan visi baru bagi masyarakat tentang apa arti menjadi Pemimpin, apa makna Masyarakatm, apa Tujuan, Masyarakat, bagaimana seharusnya berkiprah di dalam dunia ini lewat Proses Pemberdyaan.

Syech Maulan Jati melakukan tugas dakwah menyebarkan Agama Islam ke berbagai lapisan Masyarakat dengan dukungan personel dan dukungan aspek organisasi kelompok Forum Walisanga, dimana forum Walisanga secara efektif dijadikan sebagai organisasi dan alat kepentingan dakwah, merupakan siasat yang tepat untuk mempercepat teresebarnya Agama Islam.

Syech Maulana Jati berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi.

Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.

Meninggal dalam usia 120 tahun, sehingga Putra dan Cucunya tidak sempat memimpin Cirebon karena meninggal terlebih dahulu. Sehingga cicitnya yang memimpin setelah Syech Maulana Jati.

Syech Syarief Hidayatullah kemudian dikenal dengan Sunan Gunung Jati karena dimakamkan di Bukit Gunung Jati.

SUNAN KALIJAGA

Joko Said dilahirkan sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta ini adalah keturunan dari pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa Adipati Arya Wilatikta sudah memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Namun sebagai Muslim, ia dikenal kejam dan sangat taklid kepada pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia menetapkan pajak tinggi kepada rakyat. Joko Said muda yang tidak setuju pada segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati sering membangkang pada kebijakan-kebijakan ayahnya. Pembangkangan Joko Said kepada ayahnya mencapai puncaknya saat ia membongkar lumbung kadipaten dan membagi-bagikan padi dari dalam lumbung kepada rakyat Tuban yang saat itu dalam keadaan kelaparan akibat kemarau panjang.


Karena tindakannya itu, Ayahnya kemudian ‘menggelar sidang’ untuk mengadili Joko Said dan menanyakan alasan perbuatannya. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Joko Said untuk mengatakan pada ayahnya bahwa, karena alasan ajaran agama, ia sangat menentang kebijakan ayahnya untuk menumpuk makanan di dalam lumbung sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan kelaparan.

Ayahnya tidak dapat menerima alasannya ini karena menganggap Joko Said ingin mengguruinya dalam masalah agama. Karena itu, Ayahnya kemudian mengusirnya keluar dari istana kadipaten seraya mengatakan bahwa ia baru boleh pulang jika sudah mampu menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat-ayat suci Al Qur’an. Maksud dari ‘menggetarkan seisi Tuban’ di sini ialah bilamana ia sudah memiliki banyak ilmu agama dan dikenal luas masyarakat karena ilmunya.

Riwayat masyhur kemudian menceritakan bahwa setelah diusir dari istana kadipaten, Joko Said berubah menjadi seorang perampok yang terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur. Sebagai Perampok, Joko Said selalu ‘memilih’ korbannya dengan seksama. Ia hanya merampok orang kaya yang tak mau mengeluarkan zakat dan sedekah.

Dari hasil rampokannya itu, sebagian besarnya selalu ia bagi-bagikan kepada orang miskin. Kisah ini mungkin mirip dengan cerita Robin Hood di Inggris. Namun itulah riwayat masyhur tentang beliau. Diperkirakan saat menjadi perampok inilah, ia diberi gelar ‘Lokajaya’ artinya kurang lebih ‘Perampok Budiman’.

Semuanya berubah saat Lokajaya alias Joko Said bertemu dengan seorang ulama , Syekh Maulana Makhdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Sunan Bonang inilah yang kemudian mernyadarkannya bahwa perbuatan baik tak dapat diawali dengan perbuatan buruk –sesuatu yang haq tak dapat dicampuradukkan dengan sesuatu yang batil- sehingga Joko Said alias Lokajaya bertobat dan berhenti menjadi perampok. Joko Said kemudian berguru kepada Sunan Bonang hingga akhirnya dikenal sebagai ulama dengan gelar ‘Sunan Kalijaga’.

Sejarah Nama 'Kalijaga'

Pertanyaan ini masih menjadi misteri dan bahan silang pendapat di antara para pakar sejarah hingga hari ini. Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon.

Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Ini dihubungkan dengan kebiasaan wong Cerbon untuk menggelari seseorang dengan daerah asalnya –seperti gelar Sunan Gunung Jati untuk Syekh Syarif Hidayatullah, karena beliau tinggal di kaki Gunung Jati.

Fakta menunjukan bahwa ternyata tidak ada ‘kali’ di sekitar dusun Kalijaga sebagai ciri khas dusun itu. Padahal, tempat-tempat di Jawa umumnya dinamai dengan sesuatu yang menjadi ciri khas tempat itu.

Misalnya nama Cirebon yang disebabkan banyaknya rebon (udang), atau nama Pekalongan karena banyaknya kalong (Kelelawar). Logikanya, nama ‘Dusun Kalijaga’ itu justru muncul setelah Sunan Kalijaga sendiri tinggal di dusun itu. Karena itu, klaim Masyarakat Cirebon ini kurang dapat diterima.

Riwayat lain datang dari kalangan Jawa Mistik (Kejawen). Mereka mengaitkan nama ini dengan kesukaan wali ini berendam di sungai (kali) sehingga nampak seperti orang yang sedang “jaga kali”. Riwayat Kejawen lainnya menyebut nama ini muncul karena Joko Said pernah disuruh bertapa di tepi kali oleh Sunan Bonang selama sepuluh tahun.

Pendapat yang terakhir ini yang paling populer. Pendapat Ini bahkan diangkat dalam film ‘Sunan Kalijaga’ dan ‘Walisongo’ pada tahun 80-an. Saya sendiri kurang sepaham dengan kedua pendapat ini.

Secara sintaksis, dalam tata bahasa-bahasa di Pulau Jawa (Sunda dan Jawa) dan segala dialeknya, bila ada frase yang menempatkan kata benda di depan kata kerja, itu berarti bahwa kata benda tersebut berlaku sebagai subjek yang menjadi pelaku dari kata kerja yang mengikutinya. Sehingga bila ada frase ‘kali jaga’ atau ‘kali jogo’ berarti ada ‘sebuah kali yang menjaga sesuatu’. Ini tentu sangat janggal dan tidak masuk akal.

Bila benar bahwa nama itu diperoleh dari kebiasaan Sang Sunan kungkum di kali atau karena beliau pernah menjaga sebuah kali selama sepuluh tahun non-stop (seperti dalam film), maka seharusnya namanya ialah “Sunan Jogo Kali” atau “Sunan Jaga Kali”.

Kemudian secara logika, silakan anda pikirkan masak-masak. Mungkinkah seorang da’i menghabiskan waktu dengan kungkum-kungkum di sungai sepanjang hari? Tentu saja tidak. Sebagai da’i yang mencintai Islam dan Syi’ar-nya, tentu ada banyak hal berguna yang dapat beliau lakukan.

Riwayat Kejawen bahwa beliau bertapa selama sepuluh tahun non-stop di pinggir kali juga merupakan riwayat yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang ulama saleh terus-menerus bertapa tanpa melaksanakan shalat, puasa, bahkan tanpa makan dan minum? Karena itu, dalam pendapat saya, kedua riwayat itu ialah riwayat batil dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Fakta Nama 'Kalijaga'

Pendapat yang paling masuk akal ialah bahwa sebenarnya nama ‘kalijaga’ berasal dari bahasa Arab “Qadli’ dan nama aslinya sendiri, ‘Joko Said’, jadi frase asalnya ialah ‘Qadli Joko Said’ (Artinya Hakim Joko Said). Sejarah mencatat bahwa saat Wilayah (Perwalian) Demak didirikan tahun 1478, beliau diserahi tugas sebagai Qadli (hakim) di Demak oleh Wali Demak saat itu, Sunan Giri.

Masyarakat Jawa memiliki riwayat kuat dalam hal ‘penyimpangan’ pelafalan kata-kata Arab, misalnya istilah Sekaten (dari ‘Syahadatain’), Kalimosodo (dari ‘Kalimah Syahadah’), Mulud (dari Maulid), Suro (dari Syura’), Dulkangidah (dari Dzulqaidah), dan masih banyak istilah lainnya. Maka tak aneh bila frase “Qadli Joko” kemudian tersimpangkan menjadi ‘Kalijogo’ atau ‘Kalijaga’.

Posisi Qadli yang dijabat oleh Kalijaga alias joko Said ialah bukti bahwa Demak merupakan sebuah kawasan pemerintahan yang menjalankan Syariah Islam. Ini diperkuat oleh kedudukan Sunan Giri sebagai Wali di Demak.

Istilah ‘Qadli’ dan ‘Wali’ merupakan nama-nama jabatan di dalam Negara Islam. Dari sini sajasudah jelas, siapa Sunan Kalijaga sebenarnya; ia adalahseorang Qadli, bukan praktisi Kejawenisme.

Da’wah Sunan Kalijaga adalah Da’wah Islam, Bukan Da’wah Kejawen atau Sufi-Pantheistik

Kita kembali ke Sunan Kalijaga alias Sunan Qadli Joko. Riwayat masyhur mengisahkan bahwa masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Ini berarti bahwa beliau mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit pada 1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan hingga Kerajaan Pajang (lahir pada 1546) serta awal kehadiran Kerajaan Mataram. Bila riwayat ini benar, maka kehidupan Sunan Kalijaga adalah sebuah masa kehidupan yang panjang.

Manuskrip-manuskrip dan babad-babad tua ternyata hanya menyebut-nyebut nama beliau hingga zaman Kesultanan Cirebon saja, yakni hingga saat beliau bermukim di dusun Kalijaga.

Dalam kisah-kisah pendirian Kerajaan Pajang oleh Jaka Tingkir dan Kerajaan Mataram oleh Panembahan Senopati, namanya tak lagi disebut-sebut. Logikanya ialah, bila saat itu beliau masih hidup, tentu beliau akan dilibatkan dalam masalah imamah di Pulau Jawa karena pengaruhnya yang luas di tengah masyarakat Jawa.

Fakta menunjukan bahwa makamnya berada di Kadilangu, dekat Demak, bukan di Pajang atau di kawasan Mataram (Yogyakarta dan sekitarnya) –tempat-tempat di mana Kejawen tumbuh subur. Perkiraan saya, beliau sudah wafat saat Demak masih berdiri.

Riwayat-riwayat yang batil banyak menceritakan kisah-kisah aneh tentang Sunan Kalijaga –selain kisah pertapaan sepuluh tahun di tepi sungai. Beberapa kisah aneh itu antara lain, bahwa beliau bisa terbang, bisa menurunkan hujan dengan hentakan kaki, mengurung petir bernama Ki Ageng Selo di dalam Masjid Demak dan kisah-kisah lain yang bila kita pikirkan dengan akal sehat non intelek tidak mungkin bisa masuk ke dalam otak manusia. Kisah-kisah aneh macam itu hanya bisa dipercaya oleh orang gila yang gemar sihir.

Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dan berbau Hindu-Budha serta Kejawen. Padahal fakta tentang kehidupan Sunan Kalijaga adalah Da’wah dan Syi’ar Islam yang indah. Buktinya sangat banyak sekali.

Sunan Kalijaga adalah perancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi peninggalan Sunan Kalijaga. Mana mungkin seorang kejawen ahli mistik mau-maunya mendirikan Masjid yang jelas-jelas merupakan tempat peribadatan Islam.

Paham keagamaan Sunan Kalijaga adalah salafi –bukan sufi-panteistik ala Kejawen yang ber-motto-kan ‘Manunggaling Kawula Gusti’. Ini terbukti dari sikap tegas beliau yang ikut berada dalam barisan Sunan Giri saat terjadi sengketa dalam masalah ‘kekafiran’ Syekh Siti Jenar dengan ajarannya bahwa manusia dan Tuhan bersatu dalam dzat yang sama.

Kesenian dan kebudayaan hanyalah sarana yang dipilih Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Beliau memang sangat toleran pada budaya lokal. Namun beliau pun punya sikap tegas dalam masalah akidah. Selama budaya masih bersifat transitif dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, beliau menerimanya.

Wayang beber kuno ala Jawa yang mencitrakan gambar manusia secara detail dirubahnya menjadi wayang kulit yang samar dan tidak terlalu mirip dengan citra manusia, karena pengetahuannya bahwa menggambar dan mencitrakan sesuatu yang mirip manusia dalam ajaran Islam adalah haram hukumnya.

Cerita yang berkembang mengisahkan bahwa beliau sering bepergian keluar-masuk kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit dengan beliau sendiri sebagai dalangnya.

Semua yang menyaksikan pertunjukan wayangnya tidak dimintai bayaran, hanya diminta mengucap dua kalimah syahadat. Beliau berpendapat bahwa masyarakat harus didekati secara bertahap.

Pertama berislam dulu dengan syahadat selanjutnya berkembang dalam segi-segi ibadah dan pengetahuan Islamnya. Sunan Kalijaga berkeyakinan bahwa bila Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Lakon-lakon yang dibawakan Sunan Kalijaga dalam pagelaran-pagelarannya bukan lakon-lakon Hindu macam Mahabharata, Ramayana, dan lainnya. Walau tokoh-tokoh yang digunakannya sama (Pandawa, Kurawa, dll.) beliau menggubah sendiri lakon-lakonnya, misalnya Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja yang semuanya memiliki ruh Islam yang kuat.

Karakter-karakter wayang yang dibawakannya pun beliau tambah dengan karakter-karakter baru yang memiliki nafas Islam. Misalnya, karakter Punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng adalah karakter yang sarat dengan muatan Keislaman.

Adapun Istilah dalam Pewayangan merujuk pada Bahasa Arab :

1. Istilah ‘Dalang’ berasal dari bahasa Arab, ‘Dalla’ yang artinya menunjukkan. Dalam hal ini, seorang ‘Dalang’ adalah seseorang yang ‘menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang’. Mandalla’alal Khari Kafa’ilihi (Barangsiapa menunjukan jalan kebenaran atau kebajikan kepada orang lain, pahalanya sama dengan pelaku kebajikan itu sendiri –Sahih Bukhari)

2. Karakter ‘Semar’ diambil dari bahasa Arab, ‘Simaar’ yang artinya Paku. Dalam hal ini, seorang Muslim memiliki pendirian dan iman yang kokoh bagai paku yang tertancap, Simaaruddunyaa.

3. Karakter ‘Petruk’ diambil dari bahasa Arab, ‘Fat-ruuk’ yang artinya ‘tingggalkan’. Maksudnya, seorang Muslim meninggalkan segala penyembahan kepada selain Allah, Fatruuk-kuluu man siwallaahi.

4. Karakter ‘Gareng’ diambil dari bahasa Arab, ‘Qariin’ yang artinya ‘teman’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berusaha mencari teman sebanyak-banyaknya untuk diajak ke arah kebaikan, Nalaa Qaarin.

5. Karakter ‘Bagong’ diambil dari bahasa Arab, ‘Baghaa’ yang artinya ‘berontak’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berontak saat melihat kezaliman.

Seni ukir, wayang, gamelan, baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, serta seni suara suluk yang diciptakannya merupakan sarana dakwah semata, bukan budaya yang perlu ditradisikan hingga berkarat dalam kalbu dan dinilai sebagai ibadah mahdhah.

Beliau memandang semua itu sebagai metode semata, metode dakwah yang sangat efektif pada zamannya. Secara filosofis, ini sama dengan da’wah Rasulullah SAW yang mengandalkan keindahan syair Al Qur’an sebagai metode da’wah yang efektif dalam menaklukkan hati suku-suku Arab yang gemar berdeklamasi.

Tak dapat disangkal bahwa kebiasaan keluar-masuk kampung dan memberikan hiburan gratis pada rakyat, melalui berbagai pertunjukan seni, pun memiliki nilai filosofi yang sama dengan kegiatan yang biasa dilakukan Khalifah Umar ibn Khattab r.a. yang suka keluar-masuk perkampungan untuk memantau umat dan memberikan hiburan langsung kepada rakyat yang membutuhkannya.

Persamaan ini memperkuat bukti bahwa Sunan Kalijaga adalah pemimpin umat yang memiliki karakter, ciri, dan sifat kepemimpinan yang biasa dimiliki para pemimpin Islam sejati, bukan ahli Kejawen.

SUNAN KUDUS

Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali --yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.


Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

menurut riwayat beliau juga termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. diantara buah ciptaannya yang terkenal, ialah Gending Maskumambang dan Mijil. Adapun Imam Ja'far Sodiq yang terkenal di Iran itu tidak saja sebagai seorang imam dari kaum Syi'ah, akan tetapi juga sebagai seorang yang terkemuka di dalam soal-soal hukum maupun ilmu pengetahuan lainnya.

Dengan demikian, maka menurut hemat kita Ja'far Sodiq yang terkenal di Iran sebagai seorang wali, seorang imam dari golongan Syi'ah yang amat dipuja serta dihormati itu, kiranya bukanlah Ja'far Sodiq seorang wali yang menjadi salah seorang anggota dari kesembilan wali di Jawa, yang makamnya terdapat di kota Kudus, adapun Ja'far Sodiq yang kemudian ini, terkenal dengan sebutan Sunan Kudus. Disamping bertindak sebagai guru agama Islam. juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya, Senan Kudus-pun menjadi senopati dari kerajaan Islam di Demak

Antara lain yang termasuk bekas peninggalan beliau adalah Masjid Raya di-Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan masjid menara Kudus. Oleh karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Mengenai asal-usulnya nama Kudus menurut dongeng (legenda) yang hidup dikalangan masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di tanah arab, kemudian beliaupun mengajar pula di sana. pada suatu masa, di tanah arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit mana kemudian menjadi reda, berkat jasa sunan kudus., oleh karena itu, seorang amir disana berkenan untuk memberikan suatu hadian kepada beliau. akan tetapi beliau menolak,hanya kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut katanya berasal dari kota Baitul Makdis, atau Jeruzalem, maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja'far Sodiq hidup serta bertempat tinggal, kemudian diberikan nama Kudus. Bahkan menara yang terdapat di depan masjid itupun juga menjadi terkenal dengan sebutan menara Kudus.

Adapun mengenai nama Kudus atau Al Kudus ini di dalam buku Encyclopedia Islam antara lain disebutkan : "Al kuds the usual arabic nama for Jeruzalem in later times, the olders writers call it commonly bait al makdis (according to some : mukaddas), with really meant the temple (of solomon), a translation of the hebrew bethamikdath, but itu because applied to the whole town." Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jalan kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk Agama Islam.

SUNAN MURIA

Ia putra Dewi Saroh --adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.


Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.n

SUNAN AMPEL


Sunan Ampel merupakan salah seorang anggota Walisanga yang sangat besar jasanya dalam perkembangan Islam di Pulau Jawa. Sunan Ampel adalah bapak para wali.Dari tangannya lahir para pendakwah Islam kelas satu di bumi tanah jawa. Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Sedangkan sebutan sunan merupakan gelar kewaliannya, dan nama Ampel atau Ampel Denta itu dinisbatkan kepada tempat tinggalnya, sebuah tempat dekat Surabaya1.


Ia dilahirkan tahun 1401 Masehi di Champa.Para ahli kesulitan untuk menentukan Champa disini, sebab belum ada pernyataan tertulis maupun prasasti yang menunjukkan Champa di Malaka atau kerajaan Jawa. Saifuddin Zuhri (1979) berkeyakinan bahwa Champa adalah sebutan lain dari Jeumpa dalam bahasa Aceh, oleh karena itu Champa berada dalam wilayah kerejaan Aceh. Hamka (1981) berpendapat sama, kalau benar bahwa Champa itu bukan yang di Annam Indo Cina, sesuai Enscyclopaedia Van Nederlandsch Indie, tetapi di Aceh.

Ayah Sunan Ampel atau Raden Rahmat bernama Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Gresik. Ibunya bernama Dewi Chandrawulan, saudara kandung Putri Dwarawati Murdiningrum, ibu Raden Fatah, istri raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Istri Sunan Ampel ada dua yaitu: Dewi Karimah dan Dewi Chandrawati. Dengan istri pertamanya, Dewi Karimah, dikaruniai dua orang anak yaitu: Dewi Murtasih yang menjadi istri Raden Fatah (sultan pertama kerajaan Islam Demak Bintoro) dan Dewi Murtasimah yang menjadi permaisuri Raden Paku atau Sunan Giri. Dengan Istri keduanya, Dewi Chandrawati, Sunan Ampel memperoleh lima orang anak, yaitu: Siti Syare’at, Siti Mutmainah, Siti Sofiah, Raden Maulana Makdum, Ibrahim atau Sunan Bonang, serta Syarifuddin atau Raden Kosim yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Drajat atau kadang-kadang disebut Sunan Sedayu.

Sunan Ampel dikenal sebagai orang yang berilmu tinggi dan alim, sangat terpelajar dan mendapat pendidikan yang mendalam tentang agama Islam. Sunan Ampel juga dikenal mempunyai akhlak yang mulia, suka menolong dan mempunyai keprihatinan sosial yang tinggi terhadap masalah-masalah sosial.

SUNAN BONANG

Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri,
yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.


Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit.

Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.

Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.

Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.

Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri.

Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.

Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa

SUNAN GIRI

Sunan Giri atau yang mempunyai nama lain Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra adalah nama salah seorang Wali Songo yang berkedudukan di desa Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun Saka Candra Sengkala “Jalmo orek werdaning ratu” (1365 Saka). dan wafat pada tahun Saka Candra Sengkala “Sayu Sirno Sucining Sukmo” (1428 Saka) di desa Giri, Kebomas, Gresik.


Sunan Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW; yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad Al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan), Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), Maulana Ishaq, dan 'Ainul Yaqin (Sunan Giri). Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut.

Sunan Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahiran Sunan Giri ini dianggap rakyat Blambangan sebagai pembawa kutukan berupa wabah penyakit di kerajaan Blambangan. Kelahiran Sunan Giri disambut Prabu Menak Sembuyu dengan membuatkan peti terbuat dari besi untuk tempat bayi dan memerintahkan kepada para pengawal kerajaan untuk menghanyutkannya ke laut.
Berita itupun tak lama terdengar oleh Dewi Sekardaru. Dewi Sekardadu berlari mengejar bayi yang barusaja dilahirkannya. Siang dan malam menyusuri pantai dengan tidak memikirkan lagi akan nasib dirinya. Dewi Sekardadupun meninggal dalam pencariannya.

Peti besi berisi bayi itu terombang-ambing ombak laut terbawa hinga ke tengah laut. Peti itu bercahaya berkilauan laksana kapal kecil di tengah laut. Tak ayal cahaya itu terlihat oleh sekelompok awak kapal (pelaut) yang hendak berdagang ke pulau Bali. Awak kapal itu kemudian menghampiri, mengambil dan membukanya peti yang bersinar itu. Awak kapal terkejut setelah tahu bahwa isi dari peti itu adalah bayi laki-laki yang molek dan bercahaya. Awak kapalpun memutar haluan kembali pulang ke Gresik untuk memberikan temuannya itu kepada Nyai Gede Pinatih seorang saudagar perempuan di Gresik sebagai pemilik kapal. Nyai Gede Pinatih keheranan dan sangat menyukai bayi itu dan mengangkanya sebagai anak dengan memberikan nama Joko Samudra.
Saat mulai remaja diusianya yang 12 tahun, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk berguru ilmu agama kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel) atas permintaannya sendiri. Tak berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid kesayangannya itu. Sunan Ampel mengirimnya beserta Makdhum Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai sebelum menunaikan keinginannya untuk melaksanakan ibadah Haji. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Di sinilah, Joko Samudra mengetahui cerita mengenai jalan hidup masa kecilnya.

Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin diperintahkan gurunya yang tak lain adalah ayahnya sendiri itu untuk kembali ke Jawa untuk mengembangkan ajaran islam di tanah Jawa. Dengan berbekal segumpal tanah yang diberikan oleh ayahandanya sebagai contoh tempat yang diinginkannya, Raden ‘Ainul Yaqin berkelana untuk mencari dimana letak tanah yang sama dengan tanah yang diberikan oleh ayahanya. Dengan bertafakkur dan meminta pertolongan serta petunjuk dari Allah SWT. maka petunjuk itupun datang dengan adanya bukit yang bercahaya. Maka didatangilah bukit itu dan di lihat kesamaanya dan ternyata memang benar-benar sama dengan tanah yang diberikan oleh ayahnya. Perbukitan itulah yang kemudian ditempati untuk mendirikan sebuah pesantren Giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas, Gresik pada tahun Saka nuju tahun Jawi Sinong milir (1403 Saka). Pesantren ini merupakan pondok pesantren pertama yang ada di kota Gresik. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.

Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sumbawa, Sumba, Flores, Ternate, Sulawesi dan Maluku. Karena pengaruhnya yang luas saat itu Raden Paku mendapat julukan sebagai Raja dari Bukit Giri. Pengaruh pesantren Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan yang disebut Giri. Kerajaan Giri Kedaton menguasai daerah Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.

Terdapat beberapa karya seni tradisonal. Jawa yang sering dianggap berhubungkan dengan Sunan Giri, di antaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, Jor, Gula-gantiLir-ilir dan Cublak Suweng; serta beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung.

SUNAN DRAJAT

Semasa muda ia dikenal sebagai Raden Qasim, Qosim, atawa Kasim. Masih banyak nama lain yang disandangnya di berbagai naskah kuno. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran Syarifuddin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munat. Dia adalah putra Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyi Ageng Manila, alias Dewi Condrowati. Empat putra Sunan Ampel lainnya adalah Sunan Bonang, Siti Muntosiyah, yang dinikahi Sunan Giri, Nyi Ageng Maloka, yang diperistri Raden Patah, dan seorang putri yang disunting Sunan Kalijaga. Akan halnya Sunan Drajat sendiri, tak banyak naskah yang mengungkapkan jejaknya.


Ada diceritakan, Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda.

Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang –ada juga yang menyebut ikan cakalang.

Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, persitiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.

Konon, kedua tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang juga terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian menetap di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri Mbah Mayang Madu. Di Jelak, Raden Qasim mendirikan sebuah surau, dan akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji ratusan penduduk.

Jelak, yang semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang menjadi kampung besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar. Selang tiga tahun, Raden Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak, ke tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat itu dinamai Desa Drajat.

Namun, Raden Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya, masih menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam. Sunan lantas diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu, untuk membuka lahan baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa hutan belantara itu dikenal penduduk sebagai daerah angker.

Menurut sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan itu. Mereka meneror penduduk pada malam hari, dan menyebarkan penyakit. Namun, berkat kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi. Setelah pembukaan lahan rampung, Sunan Drajat bersama para pengikutnya membangun permukiman baru, seluas sekitar sembilan hektare.

Atas petunjuk Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan selatan, yang kini menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai Ndalem Duwur. Sunan mendirikan masjid agak jauh di barat tempat tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat berdakwah menyampaikan ajaran Islam kepada penduduk.

Sunan menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522. Di tempat itu kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang peninggalan Sunan Drajat –termasuk dayung perahu yang dulu pernah menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan kini dibiarkan kosong, dan dikeramatkan.

Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun perbuatan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian petuahnya. Maksudnya: jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukan perbuatan itu.

Sunan memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.

Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah: Paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan; paring payung kang kodanan. Artinya: berikan tongkat kepada orang buta; berikan makan kepada yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan berikan payung kepada yang kehujanan.

Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berjalan mengitari perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang, konon, merajalela selama dan setelah pembukaan hutan. Usai salat asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil berzikir, mengingatkan penduduk untuk melaksanakan salat magrib.

”Berhentilah bekerja, jangan lupa salat,” katanya dengan nada membujuk. Ia selalu menelateni warga yang sakit, dengan mengobatinya menggunakan ramuan tradisional, dan doa. Sebagaimana para wali yang lain, Sunan Drajat terkenal dengan kesaktiannya. Sumur Lengsanga di kawasan Sumenggah, misalnya, diciptakan Sunan ketika ia merasa kelelahan dalam suatu perjalanan.

Ketika itu, Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan. Ketika Sunan kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi itu memancar air bening –yang kemudian menjadi sumur abadi. Dalam beberapa naskah, Sunan Drajat disebut-sebut menikahi tiga perempuan. Setelah menikah dengan Kemuning, ketika menetap di Desa Drajat, Sunan mengawini Retnayu Condrosekar, putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga.

Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri pertama Sunan Drajat adalah Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati. Alkisah, sebelum sampai di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya berguru mengaji kepada Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah itu bekas murid Sunan Ampel.

Di kalangan ulama di Pulau Jawa, bahkan hingga kini, memang ada tradisi ‘’saling memuridkan”. Dalam Babad Tjerbon diceritakan, setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal di Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran Kadrajat, atau Pangeran Drajat. Ada juga yang menyebutnya Syekh Syarifuddin.

Bekas padepokan Pangeran Drajat kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap dengan cungkup makam petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi. Di sana dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur Drajat. Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari pernikahannya dengan Dewi Sufiyah, Sunan Drajat dikaruniai tiga putra.

Anak tertua bernama Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua Pangeran Sandi, dan anak ketiga Dewi Wuryan. Ada pula kisah yang menyebutkan bahwa Sunan Drajat pernah menikah dengan Nyai Manten di Cirebon, dan dikaruniai empat putra. Namun, kisah ini agak kabur, tanpa meninggalkan jejak yang meyakinkan.

Tak jelas, apakah Sunan Drajat datang di Jelak setelah berkeluarga atau belum. Namun, kitab Wali Sanga babadipun Para Wali mencatat: ”Duk samana anglaksanani, mangkat sakulawarga….” Sewaktu diperintah Sunan Ampel, Raden Qasim konon berangkat ke Gresik sekeluarga. Jika benar, di mana keluarganya ketika perahu nelayan itu pecah? Para ahli sejarah masih mengais-ngais naskah kuno untuk menjawabnya.

Beliau wafat dan dimakamkan di desa Drajad, kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum yang menyimpan beberapa peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya peninggalan beliau di bidang kesenian.

CHAT BOX


ShoutMix chat widget
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More